Siang semua, hari ini aku mau ngepost cerita nih. Sebelumnya udah pernah aku post di catatan di facebook sih. Tapi berhubung punya blog sekarang aku mau post disini juga deh :D
Cerita ini aku buat berdasarkan kisah
nyata seorang sahabatku Reza Egi Perdana . Cerita ini juga aku tulis
berdasarkan penuturan dari dia sendiri dan pengalamanku sendiri karena aku juga
terlibat didalamnya. Dan cerita ini juga aku buat untuk mengenang almarhumah
Ariestia Egidia Savitri adik kandung dari Reza sendiri. Tidak bermaksud untuk
membongkar aib atau menjelek – jelekan siapaun didalam cerita ini, cerita ini
aku buat hanya untuk menuangkan hobi menulisku dan sang pemilik cerita pun
bersedia ceritanya dipublikasikan hehe...So, silakan membaca ya teman – teman mohon
saran dan kritiknya baik dari segi tata cara penulisan dan alur ceritanya.
Ariesta Egidia Savitri yang akrab disapa Icha adalah seorang gadis
cantik dengan rambut terurai panjang sepinggang berwarna hitam dan memiliki
tubuh tinggi semampai. Pokoknya dia memiliki fisik yang hampir sempurna untuk
seorang cewek. Icha juga pintar, bagaimana tidak umur 15 dia sudah lulus SMA.
Selain pintar dia juga supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Icha memiliki
seorang kakak yang sayang banget sama
dia. Namanya Reza, cowok ganteng, tinggi, putih namun rada-rada gokil en gak
jaim-an.
Malam itu HP Icha berdering. Tampak
dilayar HP tertera nama ”Si Gatel Reza”. “Centil, lu ngapain di Pekanbaru sendirian? Gue, mama, papa udah pada balik ke Surabaya lagi sejak
2 taon yang lalu dan lu masih nangkring disana”, cerocos Reza tanpa basa-basi
begitu telpon dijawab. ” Nangkring-nangkring, emangnya burung nangkring
dipohon. Gue gak sendirian kok, kan gue tinggal bareng tante disini”, jawab
Icha. ”Ya tapi gak ada yang ngawasin lo dek disana, gue khawatir aja ma lo kalo
sampe terjadi apa-apa gimana?”, jelas Reza. ”Kan ada tante”, jawab icha ngeles.
”Pokoknya gue udah bilang ama papa en mama kalo lo tuh harus balik ke Surabaya,
lo masih punya keluarga dek, gak pantes tinggal ma keluarga orang. Lagipula lo
cewek! Oh ya, tiket pesawatnya udah dipesenin ama papa, besok lo tinggal
ngambil di tour & travel langganan kita yang di Pekanbaru. Lo berangkat
tanggal 24 Juli hari jumat lusa”, jelas Reza panjang lebar. ”Hah??? Secepat
itu? Apa-apaan sich lo Za? Gue masih betah kok disini. Tenang aja gue gak
apa-apa kok, gue masih bisa jaga diri gue sendiri”, Jawab Icha lagi
mempertahankan dirinya agar tetap berada di Pekanbaru. ”Lo disana juga udah gak
kuliah kan, mendingan lo kuliah disini entar gue bantuin cariin kampus yang oke
buat elo trus gue bantuin lo daftar, enakkan?” Kata Reza. ”Udah, gue gak mau
tau pokoknya lo harus ambil tuh tiket besok, tiketnya udah dibayar ama papa”,
lanjut Reza. ”Tapi Za...”. ”Udah ya, gue mau tidur, besok gue kuliah masuk
pagi. Bye...”, telpon pun ditutup. Icha hanya bisa diam bengong tanpa bisa
berkata apa-apa lagi.
Icha memang sudah kuliah di Pekanbaru
disalah satu Universitas negeri di Pekanbaru. Namun, sejak semester 2 dia
berhenti dan lebih memilih kerja sebagai SPG dan terjun kedunia modelling di
kota itu. Namun Reza yang paling menentang dengan pekerjaannya itu. Karena
menurut Reza kerja sebagai SPG itu rawan digodain sama cowok-cowok iseng dan
pria hidung belang, dia takut kalo Icha sampai diapa-apain. Terus dunia
modelling juga menurut Reza terlalu glamour dan suka hura-hura padahal tidak
semua model seperti itu. Toh, Icha juga tidak serius dibidang itu, cuma sekedar
untuk menyalurkan hobi, mengisi waktu dan untung-untung dapat uang.
Keesokan harinya Icha pun mengambil tiket
pesawat ditemani sang pacar. Tampak didalam mobil terjadi perbincangan antara
Icha dan pacarnya. ”Sayang, aku harus pindah ke Surabaya. Keluargaku gak ngizinin aku disini lagi”, kata Icha sambil menundukkan kepalanya. ”
Loh, kenapa sayang?”, jawab sang pacar. ”Tidak ada yang ngawasin dan jagain aku
disini”, jawab Icha dengan masih menundukkan kepalanya. ” Kan ada aku sayang”,
jawab sang pacar lagi. ” Pokoknya aku harus pindah sayang, aku gak bisa nolak”.
”Terus kamu tega ninggalin aku sendirian disini? Terus hubungan kita gimana?”,
tanya sang pacar dengan nada kecewa. ”Terserah kamu, tapi aku tidak bisa long
distance”, jawab Icha. ”Sayang, aku gak mau pisah ma kamu. Walaupun long
distance kita coba ya...”, mohon sang pacar sambil menggenggam tangan Icha.
”Baiklah...”, Icha pun mengangguk.
Tibalah hari jumat dimana Icha harus
terbang ke Surabaya. Dengan langkah gontai Icha masuk keruang pemberangkatan.
Masih terbayang begitu beratnya lambaian tangan sang pacar melepas kepergian
dirinya. Didalam pesawat Icha hanya bisa termenung menatap jendela, entah apa
yang dipikirkannya pada saat itu. Yang ia rasakan hanyalah begitu berat rasanya
meninggalkan Kota Pekanbaru yang ia tinggali selama 5 tahun. Ia harus
meninggalkan teman-temannya, pekerjaannya dan juga pacarnya. Tidak terasa setelah beberapa jam pesawat pun
mendarat di Bandara Juanda Surabaya. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Icha pun
keluar dengan susah payah membawa barang-barangnya yang seabrek - abrek. Reza
menunggu dipintu kedatangan. ”Cha...”, panggil Reza sambil melambaikan tangan.
Icha pun menoleh dan langsung berjalan kearah Reza. ”Wah, barang lo banyak
banget!”, kata Reza. ”Ya iya lah, namanya juga orang pindahan!”, jawab Icha
sewot. Reza membantu Icha membawa
barang-barangya dan memasukkan semua ke bagasi mobil. Mereka pun lalu masuk
kemobil dan mobil pun melaju meninggalkan Bandara menuju rumah.
Tiba dirumah Icha pun disambut dengan
hangat oleh kedua orang tuanya. Dipeluk, dicium, dimanja semua buat Icha. Reza
yang melihat itu mendadak pun jadi iri seketika. Setelah itu mereka pun makan
malam bersama dirumah. Kebetulan mamanya sengaja masak hari itu khusus untuk
menyambut kedatangan Icha, padahal biasanya mamanya gak pernah masak. Jangankan
masak, dirumah aja jarang pikir Reza.
Selama di Surabaya Icha kemana-mana selalu ditemani sang kakak tercinta, Reza. Pagi
itu mereka dalam perjalanan ke salah kampus swasta yang cukup ternama di
Surabaya. ”Za, lo ngapain sich buntutin gue mulu dari kemaren?” tanya Icha
sewot. ”Gue gak buntutin lo kok, emang tugas gue nganterin en nemenin lu
kemana-mana kan?” jawab Reza santai. ”Ya tapi gue risih tauk! Gue juga bisa
pergi sendiri kok gak perlu lu anterin gue kemana-mana lagi”, gerutu Icha. ”Ato
jangan-jangan lu incest yah Za?, lu suka kan ma gue? Lu suka ma adek kandung lu
sendiri?” Kata Icha memvonis. ”Apa-apaan sich lu Cha? Gue ni kakak lu, gak
mungkin lah gue suka ma elu. Lagipula gue juga udah punya cewek kok sekarang,”
jawab Reza. ” Jadi lu dah punya cewek sekarang Za? Yah sapa tau lu punya cewek
buat nutupin kelemahan lo yang incest, yang suka ma sodara kandung lo
sendiri?”, Kata Icha lagi gak tau serius apa enggak. ”Udah lah Cha, lu tu emang
keras kepala, kata Reza. ”Serah lo dech mau nganggap gue apa, gue incest kek,
suka ma sodara kandung sendiri kek, yang penting gue bisa ngejagain en ngawasin
lo kemana-mana. Semua itu gue lakuin karna gue sayang ma elo Cha, gue gak mau
kehilangan elo. Cuma elo sodara gue yang gue punya saat ini. Kakak kita udah
ninggalin kita 4 tahun yang lalu”, kata Reza dalam hati. Ingin dia katakan hal
ini pada Icha, namun dia beranggapan bahwa Icha gak bakalan ngerti apa yang dia
maksud. Akhirnya mereka pun sampai ke kampus.
”Lo masuk Psikologi ajah Cha”, kata Reza.
”Dikampus gue yang lama gue kan Ekonomi, gue masuk Ekonomi ajah!”, tolak Icha.
”Psikologi ajah, lebih bagus dan prospek kerjanya juga banyak Cha!, Reza tetap
membujuk Icha. ”Haloo...Ini Indonesia kakakku sayang, kerja sekarang gak liat
kita dari jurusan apa”, jelas Icha. ”Tapi Psikologi kayaknya cocok buat elo!”,
Reza tetap memaksa. ”Za, yang mau kuliah gue ato elo sich? Kok jadi elo yang
maksa-maksa gue buat masuk Psikologi?”, kata Icha dengan nada sedikit
membentak. ” Gue gak maksa, gue cuma nyaranin Cha!, jawab Reza. ”Ya tapi gak
gitu caranya”, kata Icha meninggalkan Reza. Reza pun mengejar Icha. Setelah
melalui diskusi yang cukup lama akhirnya Icha pun memilih untuk masuk ke
Fakultas Psikologi meskipun dia agak sedikit ragu tapi dia coba yakinkan
dirinya bahwa dia bisa. Dia Cuma ingat pepatah yang mengatakan ”We Never
Know If We Never Try It”.
Sebulan
Icha kuliah di Fakultas Psikologi dia pun merasakan kegundahan didalam hatinya.
Tapi dia terus yakinkan dirinya dan buang perasaan itu. Ia mencoba melihat tiga bulan kedepan, jika memang
benar-benar ia tidak kuat lagi dijurusan itu, ia akan langsung ngomong keorang
tuanya untuk pindah jurusan. Dari
awal dia sangat tertarik untuk masuk ke Fakultas Ekonomi.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan
Icha pun menjalani hari-harinya dengan ceria selama di Surabaya. Ia gak mikirin
lagi pacarnya yang ia tinggali di Pekanbaru. Bahkan ia berniat untuk memutuskan
pacarnya. Setelah melalui proses pemikiran, perenungan dan pertimbangan yang
panjang akhirnya ia pun memilih untuk memutuskan pacarnya dengan alasan tidak
bisa pacaran jarak jauh. Pacarnya pun tidak bisa berkata apa-apa lagi dan
akhirnya mereka pun resmi putus. Dan pada saat yang sama ternyata Reza juga
putus dengan pacarnya dan sekarang mereka sama-sama ngejomblo. Icha juga mulai
mencari kesibukan dengan melanjutkan pekerjaannya seperti di Pekanbaru dulu
yaitu jadi SPG freelance. Modelling? Ia masih mencari relasi di Surabaya. Ia
benar-benar menikmati hari-harinya sebagai seorang jomblowati.
Suatu hari, tepatnya jam 6 sore, Icha melihat
kakaknya udah duduk di depan komputer. Mungkin mau ngerjain tugas pikirnya. Eh
tapi biasanya juga ngerjain tugas dilaptop pikirnya lagi. Dia mendekati lagi
kakaknya yang udah pewe didepan komputer dengan kaki dinaiki keatas kursi.
”Lagi ngapain lo Za?” tanya Icha sambil menepuk pundak Reza. ”Eh ni gue lagi
chatting ajah”, napa? Lo mau pake komputer yah?”, tanya Reza dengan mata tetap
terfokus pada layar komputer. ” Gak kok, nanya aja. Chatting ama sapa sich?”
tanya Icha ikut-ikutan menatap layar komputer. ”Ada dech, mau tau ajah...Yang
jelas pacar baru gue”, jawab Reza dengan santai. Icha pun membaca nama yang
tertulis disitu Shinta Renanda. Akhirnya ia berinisiatif untuk mencari tau
siapa gadis itu. Kenapa secepat itu kakaknya bisa dapat pacar baru lagi, padahal
baru aja 2 hari putus dengan pacarnya. Icha pun membuka Facebook melalui
ponselnya lalu membuka akunnya dan mencari nama Shinta Renanda. Lalu ia
mengirimkan friend request kepada pemilik akun tersebut. Keesokan harinya Icha
mendapat pemberitahuan dari akun Facebooknya, ”Shinta Renanda menerima
permintaan pertemanan Anda”. Ia pun langung membuka nama pemilik Facebook itu
dan melihat bahwa gadis itu sedang menjalin hubungan dengan seseorang yg jelas
– jelas itu bukan nama kakaknya. ”Sialan, ni cewek mau main-main sama kakak
gue”, katanya dalam hati.
Malamnya, ”Za, sapa Shinta Renanda?”,
tanya Icha pada Reza saat lagi nonton TV. ”Shinta Renanda sapa? Yang mana? Gak
kenal tuh gue”, jawab Reza cuek tanpa mempedulikan Icha. ”Lo jangan pura-pura
lagi dech, cewek lo ya?”, tanya Icha tanpa basa-basi. ”Emank kenapa sich Cha?,
tanya Reza udah gak fokus lagi sama apa yang ia tonton. ”Lo tau gak, dia itu
udah punya cowok!”, kata Icha. ”Gue tau”, jawab Reza singkat. ” Terus kalo lo
tau kenapa lo pacaran aman dia? Kan masih banyak cewek yang lain, setidaknya
yang masih jomblo”, Kata Icha lagi setengah berteriak. ”Emang kenapa, salah gue
pacaran ma cewek yang udah punya cowok?, salah gue pacaran ama pacar orang”
tanya Reza lagi. ”Lu tuh bodoh apa begok sich Za, ya jelas salah lah. Lo bisa
dianggap sebagai perusak hubungan orang atau perebut cewek orang Za!”, jelas
Icha. ”Bodo’amat...Yang penting gue happy, kita berdua sama – sama happy” kata
Reza dan melanjutkan acara nontonnya lagi. ”Iiikkhhh.....Sebel dikasi tau malah
ngeyel!”, kata Icha gusar dan meninggalkan Reza lalu masuk kamar dan membanting
pintu. Guubraaakkkk!!!!! ”Ichaaaaa.....Kurang keras Cha!” Teriak mama dari
dalam kamar sebelah. ”Hihihi.....” Reza pun tertawa cekikikan.
Icha tetap tak habis pikir kenapa kakak
tercintanya mau diduain sama cewek yang jelas-jelas udah punya cowok. Dia cuma
dapat info kalau cewek itu mantan sahabat kakaknya waktu di Pekanbaru dulu,
tapi apa urusannya lagi dengan abang gue, pikir Icha. Ia pun mulai mencari-cari
info keorang-orang terdekat nya Reza mulai dari Mbak Nathrah yang kebetulan
juga temenan sama cewek itu dan mas Ridho sahabatnya Reza sejak bangku sekolah
pun jadi korban interograsinya. Tapi jawaban yang ia dapatkan tidak memuaskan.
Akhirnya ia pun mulai capek, pasrah dan mengikhlaskan kakaknya buat pacaran ama
sapa aja asal gak merepotkan dirinya.
Siang itu terdengar nada dering T-Pain
yang berjudul Low dari HP Icha. ”Haloo”, jawab Icha. ”Cha, malam ini kita ada
event promo di Malang. Acaranya dimajukan dari jadwal sebelumnya karena kita
akan terus promo ke kota – kota selanjutnya.
Jadi sore ini kamu sama tiga orang temen satu tim mu bisa langsung berangkat ke
Malang gak?” kata seorang pria dari seberang sana. ”Oh gitu ya mas, ntar Icha
coba hubungi temen-temen yg lain dulu, moga-moga ja mereka bisa semua”, jawab
Icha. ”Okey dech Cha, itu ajah yah, sampai ketemu di Malang”. Telpon pun
tertutup. Icha langsung menghubungi ketiga temannya. Untungnya ketiga temannya
itu bisa semua. Icha segera bersiap-siap. ”Tapi kita berangkat pake apa ke
Malang”, bathin Icha. Ia pun beranjak kekamar Reza dan membuka pintu kamar Reza.
Tampak Reza yang sedang tiduran sambil dengerin musik pun kaget dan marah-marah
”Lo ngagetin gue aja Cha, laen kali kalo mau masuk ketuk pintu dulu donk!”.
”Iya maap Za, lo bisa anterin gue ma temen-temen gue ke Malang gak sore ini?”,
tanya Icha. ”Malang? Ngapain?”, tampak senang diwajah Reza karna bisa
mengunjungi cewek itu yang kebetulan tinggal di Malang. ”Gue ada event malam
ini di Malang, bisa yah?”, bujuk Icha. ”Ntar bensin biar gue yang isiin dech”,
lanjut Icha lagi. ”Okelah...”, jawab Reza.
Sore itu pun mereka berangkat ke Malang.
Tampak Icha dan temen-temennya begitu ceria sekali tidak seperti biasanya. Ia
bahkan sempat mengatakan bahwa dia gak pernah merasakan sebahagia ini
sebelumnya bersama teman-temannya. Dia juga bilang kalau suatu saat gue akan
lebih bahagia lagi dari sekarang, mungkin tidak disini tapi disana begitu
katanya. Reza yang mendengar itu hanya tersenyum saja karna Icha kalo ngomong
emang suka lebay. Dan Icha pun mendapat gelar dari Reza, selain Miss Centil dia
itu juga Miss Lebay.
Akhirnya sampailah mereka di Malang. Icha
mulai sibuk dengan aktivitasnya dan Reza pun mempunyai kesempatan untuk menemui
cewek yang bernama Shinta Renanda itu. Jam 09.30 Reza menelpon Icha. ”
Cha, lo nginep mana malam ini?”. “Gue nginep dirumah temen gue Za, anak Malang” jawab Icha.
“Beneran? Gak nginep ditempat Mbak Shinta aja?”, tawar Reza. “ Gak Za, gue
disini aja, lo tau sendiri gue gak suka ama dia yang udah bodoh-bodohin abang
gue”. “Mulai lagi dech lo…Udah dech kalo lo gak mau juga gak papa, yang penting
lo jaga diri lo. Inget, lo tu cewek Cha!”, kata Reza yang selalu mengkhwatirkan
adek kesayangannya. “ Iya Za, lo tenang aja. Gue bisa jaga diri kok”, jawab
Icha. “Okey”, kata Reza. Tut…tut…Telpon pun terputus.
Icha
mulai tertarik dengan salah seorang teman kerjanya. Namanya Bagus, cowok asal Semarang yang kini bekerja sebagai SPM (Sales Promotion
Man) di Kota Malang.
Mereka sudah saling kenal sejak 2
minggu yang lalu pada saat event di Surabaya dan sekarang baru ketemu lagi di
Malang. Setelah selesai event malam itu, Icha dan Bagus pergi ke suatu cafe tak
jauh dari lokasi event mereka. Setelah ngobrol panjang lebar tiba-tiba Bagus
terdiam dan menatap mata Icha. Icha pun jadi gak enak hati secara Icha memang suka sama Bagus, diliatin
kayak gini tambah bikin dia ge-er. ”Cha, kamu cantik banget malam ini”, kata
Bagus. Icha makin ge-er dan hatinya berdegug kencang, perasaannya udah mulai
gak karuan serasa pengen terbang. ”Cha, aku suka ama kamu”, kata Bagus sambil
memegang tangan Icha. ”Hah??? Ternyata dia punya perasaan yang sama ke gue”,
pekik Icha dalam hati. ”Cuup...” Bagus pun mencium tangan Icha.
”Alamaaakk.....Matilah gue!”, Pekik Icha lagi dalam hati. ”Cha, kamu kok diem
aja? Gimana, kamu mau gak jadi pacar aku?” tanya Bagus sambil menatap mata Icha
dalam-dalam. ”Eee...Sebenarnya aa..aku juga suka sama kamu Gus”, jawab Icha
terbata-bata. ”Oh ya? Jadi kamu mau donk jadi pacar aku?”, kata Bagus tersenyum
senang. ” Eemh, ii...iiya...Aku mau kok jadi pacar kamu”, jawab Icha gugup.
Perasaannya bener-bener udah gak ketulungan lagi, hatinya udah meleleh bak es
batu. Akhirnya ia dapat pacar baru lagi, senengnya hati ini jeritnya dalam
hati.
Malam pun semakin larut, namun mereka
berdua belum juga beranjak dari tempat duduknya. Obrolan mereka semakin hangat
dan intim. Tampak kini Bagus merubah posisi duduknya yang tadinya tepat didepan
Icha sekarang sudah berada disamping Icha sambil merangkul bahu Icha dan
kadang-kadang mendekatkan kepalanya ke wajah Icha seperti ingin menciumi gadis
itu. HP Icha pun berdering, ”Cha, lo dimana? Dah pulang?”, ternyata Reza yang
menelpon untuk memastikan keadaan Icha. ”Belom Za, ntar lagi. Ni juga masih
sama temen-temen kok”, jawab Icha berbohong. ”Dah malem Cha, cepet pulang yah!
Ingat, lo juga besok masih ada kegiatan”, Reza mengingatkan. ” Ya Za, makasih
ya! Okey, abis ni gua langsung pulang kok.”, kata Icha. ”Ya udah, tiati ya Cha.
Bye”, Reza pun menutup telponnya. ”Cha, kamu pulang aku anterin ya”, kata Reza
menawarkan diri. ”Gak usah, aku bareng temen-temenku kok Gus ntar ngerepotin
kamu lagi”, tolak Icha. ”Gak papa Cha, aku kan sekarang pacar kamu jadi gak
ngerepotin kok”, rayu Bagus. Akhirnya Icha pun tak bisa menolak tawaran Bagus.
Mereka beranjak pergi dan berjalan menuju parkiran lalu masuk kedalam mobil.
Mobil pun keluar meninggalkan area parkiran dan melaju menyusuri Kota Malang
yang dingin.
Esoknya, ”Za, aku pengen banget ketemu
adekmu nich! Denger-denger dia kan gak suka ma aku, aku cuma pengen tau aja
reaksinya dia kalo ketemu ma aku gimana”, kata Shinta kepada Reza kebetulan
mereka sedang jalan-jalan bertiga plus ditemeni Ridho yang saat itu sedang jadi
obat nyamuk karena ditinggal pacarnya pulang kampung. ”Gak usah lah Nta, ntar
jadi berantem lagi”, jawab Reza sambil menyetir mobil. ”Berantem kenapa? Kan cuma
ketemu”, tanya Shinta heran. ” Ya secara adekku katanya gak suka ama kamu, nah
kamunya juga kayak gitu, ya kan?”, jelas Reza. ”Ya juga sich, tapi kan cuma
ketemu doank. Kenalan gitu, kan kata orang tak kenal maka tak sayang. Nah, kita
kan sama-sama gak suka karna kita belom saling kenal, mungkin aja kalo kita dah
kenalan kita bisa jadi temen akrab”, Shinta masih mencoba membujuk Reza agar
dikenalin dengan Icha. ”Kamu gak tau Nta adekku gimana, apalagi dalam situasi
kayak gini mending gak usah dulu deh, lain waktu aja. Dia juga masih sibuk dan
pasti capek, biasanya kalo orang capek emosinya kan labil”, Reza tetap menolak
untuk mempertemukan Icha dengan Shinta. Daripada terjadi apa-apa nanti lagian ini
tempat orang, pikir Reza. ”Gue tunjukin orangnya aja ya”, kata Reza sambil
membelokkan mobil ke arah kanan. Mobil pun masuk ke area parkiran sebuah Mall
dimana Icha sedang ada event promo disitu. ”Ntar aku telpon Icha dulu yah”,
kata Reza sambil mengeluarkan HP dari saku celananya. Setelah menutup telpon
Reza bilang ”anaknya sebentar lagi istirahat makan kok, kita tunggu aja disini”.
”Disini??? Gak sumpek apa diparkiran
kayak gini? Mending keluar yuk kan bisa cuci mata sekalian Za” protes Ridho.
”Gak lama kok Dho, Cuma pengen nunjukin anaknya aja kok ke Shinta”, jawab Reza.
Beberapa menit kemudian, ”Tu loh Nta
adekku”, kata Reza sambil menunjuk ke arah Icha yang sedang berjalan keluar ke arah
parkiran mobil dan masuk kedalam sebuah mobil sedan berwarna merah. ”Ya
ampun...cakep banget!” teriak Shinta dalam hati. Lama Shinta terpana memandang
Icha yang tinggi semampai bak model itu. Reza pun mengibas-ngibaskan tangannya
didepan mata Shinta. ”Hei...Kok liatin adekku sampe segitunya sich? Ada apa?”,
tanya Reza. ”Eh...oh gak kok Za, adekmu cakep banget!”, jawab Shinta kelagapan.
” Lo ja yang cewek bilang cakep Nta, apalagi gue. Malah
gue dulu sempet naksir ma Icha. Kalo bukan adeknya sohib gue yang satu ini udah
gue pacarin tuh anak!”, kata Ridho sambil melirik-lirik ke Reza. Reza pun membalikkan
badan kearah Ridho dan mengepalkan tangannya didepan wajah Ridho. Ridho pun
tertawa cekikikan.
Setelah tiga hari berada dikota Malang dan
malam ini mereka pun berencana pulang ke Surabaya. ”Gak besok pagi ajah Za
balik ke Surabaya, ni kan dah malem” kata Shinta. ”Gak Nta, besok pagi aq ada
kuliah”, jawab Reza. ”Ya udah kalo gitu, kamu hati – hati ajah yah Za, salam
buat Icha. Nyetirnya jangan ngebut – ngebut Za”, tambah Shinta. ”Iya
Nta...Tenang ajah”, jawab Reza santai lalu mengecup kening Shinta dan berjalan
menuju mobilnya. ”Aku jalan dulu yah Ta, bye...” kata Reza setelah menyalakan
mesin mobilnya sambil melambaikan tangan kemudian mobil pun melaju. Reza akan
menjemput Icha ditempat kerjanya lalu pulang ke Surabaya. Jam sudah menunjukkan
pukul 10.00 wib.
Setelah 2 hari kepulangan mereka dari
Malang Icha tampak aneh dimata Reza. Dia jadi lebih pendiam, pemurung dan
sering mengurung diri dikamar. Terkadang Reza mendengar suara tangisan di kamar
Icha. Icha nangis, kenapa yah?, pikir Reza. Reza khawatir Icha kenapa – kenapa.
Jika ditanya Icha selalu menjawab gak ada apa –apa, cuma lagi gak enak badan
katanya. Reza pun mencoba bertanya kepada teman – teman icha yang ikut ke
Malang kemaren. Tapi diantara mereka gak ada yang tahu kenapa Icha jadi mendadak
berubah seperti itu.
Suatu malam Reza lagi nonton TV diruang
tengah. Tiba – tiba Icha keluar dari kamarnya berjalan keruang tengah dan duduk
bersama Reza yang lagi asyik menonton TV sambil tiduran di sofa. Reza diam tak
berkata apa – apa hanya memperhatikan icha dengan seksama. Icha menatap TV
dengan pandangan kosong bahkan ada adegan lucu di TV pun ia tidak tertawa,
senyum pun tidak. Tiba – tiba air mata Icha jatuh ke pipinya. Reza yang
melihatnya pun langsung bangkit duduk dan mendekati Icha. ”Lo kenapa Cha? Kok
nangis? Lo ada masalah?”, tanya Reza sambil memegang bahu Icha. Icha menutup
mukanya dengan kedua telapak tangannya. Tampak bahunya berguncang keras, ia
menangis terisak – isak. ”Udah beberapa hari gw liat lo murung trus, kalo ada
masalah cerita ama gw Cha, gw kakak lo”, tambah Reza sambil membelai rambut
Icha dengan lembut. Icha masih terisak dan tak menjawab Reza. ”Cha, plis lo
jangan nangis kayak gini, gw sedih ngeliat lo kayak gini Cha”, kata Reza lagi
sambil memeluk Icha. Icha pun membenamkan kepalanya didada Reza. ” Lo boleh
cerita apa ajah ke gw Cha, gw gak akan bilang ke sapapun termasuk mama ato
papa. Gw janji ini jadi rahasia kita berdua, asal lo mau cerita ke gw, mungkin
gw bisa bantu lo”, Reza pun mulai menitikkan air matanya. Cowok ini memang
paling tidak bisa melihat cewek menangis, apalagi yang menangis ini adalah adik
perempunnya sendiri. Icha pun mendongakkan kepalanya dan menatap Reza. ”Za, gw
mao cerita ama lo, tapi gw gak yakin kalo lo bisa bantu gw”, kata Icha dengan
terisak. ”Cha, lo belom cerita apapun ke gw”, jawab Reza sambil tersenyum.
”Tapi gw rasa gak ada gunanya gw ceritain ini semua ke lo Za”, kata Icha lagi.
”Kalo gak ada gunannya kenapa lo nangis kayak gini Cha?”, kata Reza sambil
menghapus air mata dipipi Icha. ”Cerita Cha”, kata Reza membujuk Icha sambil
menepuk bahu Icha memberi semangat. Icha pun tertunduk beberapa saat. ”Za,
gw...gw...”Icha pun tak meneruskan kalimatnya. ”Ya...Terus”, kata Reza sambil
mendekatkan diri ke Icha. ”Gw udah gak perawan lagi Za...” kata Icha sambil
berusaha menahan tangis namun ia tak dapat membendung air matanya dan ia pun
menjatuhkan dirinya didada Reza. Reza diam tak dapat berkata apa – apa. Dia
diam seribu bahasa bahkan memeluk Icha ia pun tidak. Icha pun semakin keras
tangisnya. Tiba – tiba Reza berkata ”Cha, sapa orang yang dah ngerusak lo? Kasi
tw gw Cha...”, kata Reza. Tampak air mata reza mulai meleleh. Ia kecewa sekali.
Ia merasa gagal menjadi kakak yang baik buat Icha, gagal menjadi pelindung
Icha, gagal menjaga Icha, gagal semuanya. Ia pun lalu mendekap Icha dengan
erat. ”Bagus Za”, jawab Icha masih berada didekapan Reza. Reza pun melepaskan
dekapannya. ”Kasi tw gw yang mana orangnya Cha”, biar gw hajar kata Reza. Icha
diam dan terus menangis. ”Dia temen kerja lo kan?”, tanya Reza. Icha
mengangguk. ”Jadi malam itu lo sama dia? Berarti lo bohongin gw Cha”, kata Reza
kecewa. Lagipula gw dah bilang, lo bisa nginep dirumah mbak Shinta ajah, tapi
lo...Akh sudah lah”, kata Reza menepuk bantal dengan kesal. Tampak guratan
kecewa yang sangat dalam diwajahnya.
Beberapa hari kemudian, Icha masih tak
berubah. Ia masih tetap suka mengurung diri dikamarnya. Orang tua mereka tidak
tahu sama sekali tentang masalah ini dan tidak melihat adanya perubahan di diri
Icha. Secara kedua orang tua mereka jarang berada dirumah dan sibuk dengan
pekerjaan masing – masing. Papa mereka bekerja di sebuah perusahaan swasta yang
cukup ternama di Surabaya dan sekarang sedang berada diluar kota tepatnya di
Balikpapan. Mama mereka sibuk dengan bisnis kateringnya dan memiliki beberapa
butik dibeberapa kota di Jawa Timur. Cuma Reza yang memberikan perhatian lebih
ke Icha dan menumpahkan perasaan sayangnya ke Icha dengan merawat Icha dan
menuruti semua keinginan Icha.
Suatu malam, Reza tidur dikamarnya dengan
perasaan tidak tenang. Matanya mengantuk tapi ia tidak dapat tidur sama sekali.
Ia masih kepikiran adiknya Icha. Sayup – sayup terdengar suara Icha yang sedang
menangis. Reza sungguh tidak tega melihat adiknya begitu menderita. Besok juga
ia berencana ke Malang dan mencari pria yang telah menyakiti adiknya. Ia
berusaha memejamkan matanya.
”Icchaaaaaaaaaaaaaaaaa....................”
terdengar teriakan mama dari kamar Icha. Reza pun terbangun dari tidurnya namun
masih belum beranjak dari tempat tidurnya. Ia berusaha mendengarkan lagi siapa
yang berteriak. ”Ichaaaa.......Ichaaaa.......”. Hah? Icha? Kenapa mama manggil
– manggil Icha, kemana sih tu anak pagi – pagi dah ngilank?, pikir Reza. Ia pun
bangun dan berjalan menuju kamar Icha. Reza terperanjak begitu sampai didepan
kamar Icha. Yang dilihatnya Kepala Icha sudah sudah menggantung ditempat tidur
dengan mulut penuh busa. Tampak ditangannya ia memegang sekotak obat tablet
berwarna putih . Dan mama terduduk dibawah tempat tidur sambil memegang tubuh
Icha yang sudah tak bergerak lagi. Wajahnya sangat pucat. Reza ternganga
melihat semua pemandangan itu. Lalu ia berjalan mendekati tubuh Icha dan
menyentuh Icha sambil memanggil - manggil nama Icha. ”Cha...Cha...Ini gw Cha,
bangun Cha. ”Ma, kenapa dengan Icha Ma?”, tanya Reza. ”Mama gak tau Za, mama
masuk mau bangunin Icha tiba – tiba dia udah kayak begini Za”, kata mama sambil
terisak. Reza pun memegang pergelangan tangan Icha mencoba merasakan sesuatu.
”Dia masih idup ma, kita bawa dia kerumah sakit ajah ma”, kata Reza lalu menggotong
tubuh Icha dan memasukkannya kedalam mobil.
Mobil pun melaju dengan kencang menuju
rumah sakit. Sesampai dirumah sakit Icha langsung dibawa menuju ruang UGD. Reza
dan mama menunggu di ruang tunggu.Shinta yang mendapat kabar itu dari Ridho pun langsung terlonjak kaget
karena Reza sama sekali tak memberi tahunya dan mereka langsung bergegas ke
kota Surabaya menggunakan bis kota. Suasana Idul Adha masih terasa karena
sehari sebelumnya adalah Idul Adha dan bau kambing pun masih dimana – mana.
Shinta dan Ridho langsung menuju kerumah sakit menggunakan taxy beberapa menit
kemudian mereka pun sampai dirumah sakit dan tampak Reza yang sedang berdiri
terdiam mematung didepan pintu ruangan UGD. Tak lama dokter keluar dan
mengatakan kalau adiknya Icha sudah tak bisa diselamatkan lagi. Ia telah tiada.
Sontak Reza pun berteriak, menangis dan terduduk dilantai rumah sakit. Shinta
dan Ridho yang ada disitu pun ikutan duduk dilantai sambil menenangkan Reza
sedangkan mama Reza pingsan dan dirawat oleh suster.
Jenazah pun dibawa pulang kerumah,
dimandikan dan ingin dimakamkan hari itu juga. Papa Reza yang baru datang dari
luar kota juga menangis histeris apalagi Icha meninggal sehari sebelum ulang
tahunnya. Papanya sudah membelikan sebuah mobil baru Suzuki Swift berwarna pink
seperti permintaan Icha namun masih disimpan dirumah Tantenya. Di pekaman, Reza
tak dapat menahan tangis karena Icha adalah satu – satunya saudara kandung yang
tertinggal setelah kakaknya Arieska Egidia Savitri meninggal ditahun 2003
akibat kecelakaan setelah dugem ketika itu Reza masih duduk dibangku kelas 3
SMP. Shinta dan Ridho berusaha menenangkan Reza dan menghibur Reza yang merasa
begitu tertekan dan kehilangan atas kepergian adiknya. Ariesta meninggal tepat
satu hari setelah Idul Adha, satu hari sebelum ulang tahunnya dan 2 hari
sebelum tahun baru 2010. Ini benar – benar kado tahun baru yang paling buruk
yang pernah ia dapatkan pikirnya.
Hari berganti hari Reza pun menjalani hari
– harinya tanpa adik tersayangnya. Hubungannya dengan Shinta semakin renggang
namun mereka masih selalu berkomunikasi karena mereka memang berhubungan jarak
jauh pada waktu itu. Sebenarnya Shinta memang sudah punya pacar tetapi
hubungannya dengan pacarnya itu sudah sangat monoton dan pacarnya tidak bisa
memberi apa yang Shinta butuhkan baik itu dalam segi perhatian, kasih sayang
dan hal lain. Dan Reza pun datang dengan segala ketulusannya. Tadinya mereka
sama sekali tidak ada keinginan untuk berpacaran selain Shinta adalah mantan
sahabatnya waktu SMA dulu mereka juga telah berteman lama. Tapi makin lama
perasaan diantara mereka semakin kuat saja dan akhirnya mereka pun memutuskan
untuk pacaran ya mungkin hanya sekedar coba – coba jika saling merasa cocok
diteruskan jika tidak itu tidak menjadi masalah bagi mereka berdua karena
mereka sudah siap dengan segala resikonya dari sahabat menjadi pacar memang
tidak mudah.
Dan kenyataannya memang tidak mudah, Shinta pun
merasa bosan dengan hubungan ini karena selain mereka LDR, Reza juga seperti
semakin menjauhi Shinta. Seharusnya Shinta bisa mengerti akan keadaan Reza yang
baru saja ditinggal adiknya apalagi itu adik satu – satunya, adik tersayang
Reza tapi heiii ini sudah berjalan 3 bulan namun Reza masih tenggelam dengan
kesedihannya. Shinta pun meminta untuk mengakhiri hubungan mereka tapi mereka
masih akan tetap manjadi sahabat yang saling menjaga dan mengingatkan walaupun
jauh dan sudah tidak bersama lagi. Reza pun tak dapat menolak dan mengiyakan
karena dia juga sedang tidak fokus dengan hubungannya dan kuliahnya sendiri dan
masih larut dalam kesedihannya yang sudah berlangsung selama 3 bulan. Yang Reza
pikirkan hanyalah dia merasa gagal menjadi seorang kakak bagi adeknya, dia
tidak bisa menjaga adiknya dengan baik sampai adiknya harus ditiduri lelaki
brengsek, depresi lalu bunuh diri dan sekarang meninggal dengan sia - sia.
Namun apalah daya nasi telah menjadi bubur. Apapun yang ia sesali tak akan
pernah kembali lagi begitu juga dengan adiknya.
Ariesta Egidia Savitri, namamu kini hanya
tinggal kenangan...
Tapi tingkahmu yang lucu dan kadang menyebalkan,
sifatmu yang manja dan parasmu yang cantik akan tetap melekat dihati Reza,
selamanya...
aku pernah baca ini klo gak salah wktu kamu posting difacebook dulu kak.
ReplyDeletesungguh mennyentuh sekali, smoga ad pelajaran didapat dr sini.
smoga almarhumah ditempatkan ditempat yg mulia.